Senin, 18 Januari 2016

Perlukah Senyum, Salam, dan Sapa?


 
Dalam masyarakat kita, ada istilah “tak kenal maka tak sayang” yang artinya jika kita tidak mengerti dan mengenal seseorang dengan baik maka kita tidak mendapat kasih sayang yang kita harapkan. Setelah kita mengenal lebih dalam kita perlu memupuknya agar hubungan kita semakin “mesra” dengan saling bertutur sapa ketika bertemu dengan senyuman yang paling indah yang kemudian di kenal dengan istilah senyum, salam, sapa atau yang biasa di singkat dengan 3S.

Menurut Mawadah, mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, penting sekali untuk membudayakan senyum, salam, dan sapa. Hal ini karena 3S sangat berperan dalam membentuk lingkungan sosial yang kondusif. “senyum, salam, dan sapa sebagai bentuk pencitraan bahwa seseorang itu ramah,” katanya. Sikap seperti ini sangat dianjurkan untuk dilakukan dalam situasi apapun, dimanapun, dan kapanpun seseorang berada. Menurutnya dengan sikap 3S ini akan timbul suasana akrab, baik di kalangan anak kecil, muda-mudi, maupun orang tua.

Senyum, salam, dan sapa merupakan sebuah rangkaian saling tegur sapa antar sesama. Dalam konteksnya 3S dilakukan oleh orang yang saling mengenal. Menurut Jurna Dadang Irawan, budaya 3S ini hanya terjadi pada orang yang saling mengenal. “Apabila sikap 3S ini dilakukan kepada siapa saja, maka akan terlihat aneh,” ungkapnya. Diakui oleh mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” ini bahwa sulit bagi seluruh mahasiswa, dosen, dan karyawan untuk membudayakan 3S di lingkungan kampus. Padahal, salah satu upaya menciptakan suasana kampus yang ramah dan nyaman yaitu dengan melestarikan kebiasaan senyum, salam, dan sapa. “Kemungkinan karena sikap individual yang tinggi sehingga kita sulit untuk membudayakan 3S,” akunya. 

1 komentar: