Senin, 18 Januari 2016

Memasuki Dunia Kerja Di Jepang (Pertama Kali)


Setiap orang yang baru pertama kali masuk ke dunia kerja, tentunya akan berhadapan dengan yang namanya grogi, takut, bahkan stress. Bagaimana ketika nanti berhadapan dengan atasan? Atau berhadapan dengan rekan-rekean kerja yang sebelumnya tidak pernah saling kenal? Atau mungkin kita dihinggapi rasa takut kalau kalau kita tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Mungkin yang sudah mempunyai pengalaman kerja sebelumnya tidak akan se-rempong ini tingkat groginya. Karena sudah pernah melewati fase pengalaman kerja pertama kali, mereka mungkin akan lebih tenang menyikapi lingkungan baru di dunia kerjanya.

Kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman kerja pertama saya setelah lulus kuliah tahun 2011 kemarin. Sekalinya kerja langsung memasuki dunia baru yang tingklat stressnya 2 kali lipat atau bahkan lebih.  Saya tidak sedang berbicara lebay, jujur saya mengakui bahwa bekerja di Negara orang memang butuh tenaga extra, otak yang diharuskan untuk selalu berpikir dalam mencerna bahasa yang mereka sampaikan atau yang ingin kita sampaikan, serta terakhir butuh hati atau mental yang super duper kuatnya. Yang ketiga itu wajib dimiliki banget!

Kebanyakan, orang jepang gigih dan disiplin sekali dalam bekerja. Masuk kerja lenih awal, pulang lebih lambat. Kalau terlambat walaupun sudah ijin sebelumnya bakal terlambat entah karena kereta yang telat, macet atau karena alasan  lainnya tetap saja ketika datang ke tempat kerja mereka akan merasa sangat malu karena terlambat. Saya jadi ingat ketika jaman sekolah dari SD sampai jaman kuliah sering sekali terlambat masuk. Walaupun sering pula mendapat hukuman-hukuman dari guru atau pak satpam penjaga sekolah, ya tetep saja masih membudayakan keterlambatan! (tak baik dicontoh :D).

Lepas dari rasa grogi, takut, atau stressnya menghadapi lingkungan kerja baru, ada satu hal yang perlu kita perhatikan ketika pertama kali masuk ke dunia kerja dan tidak hanya berlaku untuk yang bekerja di Jepang saja sebenarnya. Ya, lakukan 5 S! SENYUM-SAPA-SALAM-SOPAN-SANTUN. Istilah-itilah yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita.

The power of smile and The power of say hello is very amazing! Senyum itu ibadah, senyum itu hadiah, senyum itu mempererat hubungan. Apalagi orang Indonesia terkenal ramah dan murah senyum loh. Hehe, Alhamdulillah ya.

Sebelumnya saya sudah menebak pastinya di hari pertama kerja saya akan diminta untuk memperkenalkan diri di hadapan rekan-rekan kerja. Ya benar saja! Berkali-kali saya mencoba menenangkan diri sambil terus membaca kalimat basmalah dalam hati. Seandainya memakai bahasa Indonesia, ingin sekali rasanya bicara panjang lebar tapi apa daya pengetahuan bahasa jepang saya yang masih pas pasan ditambah rasa grogi yang melanda akhirnya pagi itu saya hanya mengatakan, “Selamat pagi, nama saya Farida. Mohon kerjasamanya.” sambil menebar senyum termanis versi saya.

Jangan bosan ketika mereka banyak menanyakan hal yang sama pada kita ketika kita baru msuk ke lingkungan kerja baru bersama mereka. Pertanyaan yang sering saya terima dari orang yang berbeda antara lain : “Gimana Jepang dingin ya?” -ini karena kebetulan pas sampai di tempat kerja sudah masuk msuim gugur dan udaranya mulai sedikit dingin. Beda lagi ketika masuk musim panas, “panasnya sama nggak kayak Indonesia?”. Selain membahas musim, mereka juga selalu tanya, “bagaimana Jepang menurutmu?”, “berapa lama belajar bahasa Jepang?” dan lain sebagainya.
Oiya, selain memperhatikan tentang 5S tadi, penting juga untuk mengingat nama-nama rekan kerja kita. Kenapa? Mereka ternyata sangat senang jika kita memanggil nama mereka ketika hendak memanggil, ngobrol atau keperluan lainnya. Bukan hanya sekedar bilang, “maaf, permisi…” diawal pembicaraan. Memangnya mau numpang lewat. Hehe. Dalam waktu kurang lebih seminggu saya menargetkan harus menghapal nama 50 rekan kerja ditambah sekitar 100 orang nama pasien (Lanatai 1 dan 2). Tentu saja bukan hal yang mudah ketika kita harus mengingat nama dan jenis huruf kanjinya. Ada yang pengucapan namanya sama, tapi jenis huruf kanjinya berbeda. Tapi bukan masalah, yang utama kita kenal wajah dan kenal nama panggilannya saja dulu.

Metode mengingat nama mereka mungkin bisa dibilang aneh. Saya selalu membawa buku kecil atau memo di saku lengkap dengan bolpointnya. Saya mencatat satu persatu nama-nama mereka beserta “ciri khusus” dari mereka. Setiap orang kan pasti punya ciri khusus masing-masing baik dari segi fisik ataupun dari segi lainnya. Contohnya, si A itu yang rambutnya keriting. Si B yang kalau jalan kayak dikejar rentenir. Si C yang ada tahi lalat di bawah bibirnya. Si D yang ceria sekali. Si E yang wajahnya mirip sekali dengan aktor macho roy surya. Si F yang kalau ngomong kayak shinkansen, kereta tercepat di Jepang. Dan seterusnya….
tapi namanya manusia pasti ada lupanya. Ketika saya pergi ke supermarket, saya bertemu dengan salah satu rekan kerja yang saat itu baru saja turun dari mobilnya. Dari belakang saya sentuh bahunya pelan dan menyapa, “selamat malam, mau ke supermarket ya?”. Saya ingin sekali menyapa namanya, tapi lupa. Ah biarkan saja, yang penting menyapa. Hihi. Setelah pulang ke rumah, saya ingat-ingat lagi dan besoknya paginya ketika bertemu di tempat kerja saya langsung sapa dia dengan nama.
Lalu berbicara soal mental, kita harus selalu siap ketika kita ditegur karena kesalahan-kesalahan kita dalam melakukan tindakan apapun. Namanya juga “orang baru”, dan justeru karena baru tidak masalah kita melakukan banyak kesalahan karena berani mencoba asalkan kita bisa  mengevaluasi kesalahan-kesalahan kita lalu memperbaikinya. Tidak masalah kita ditegur atau dimarahi di awal-awal daripada kita bermasalah di kemudian. Jangan takut dan malu bertanyatentang apa saja yang membingungkan atau yang sama sekali tidak kita pahami tentang pekerjaan atau tentang apa yang mereka bicarakan.

Ada orang Jepang yang memahami kita orang asing, oleh karenanya ia berbicara dengan pelan-pelan dan dengan menggunakan bahasa Jepang yang mudah dicerna bahkan tak segan mereka menggunakan bahasa tubuh ketika kita benar-benar tidak memahami. Ada juga orang Jepang yang cara komunikasinya disamaratakan seperti ketika ia berkomunikasi dengan sesama orang Jepang. Cepat dan “ngejlimet” bikin bingung nggak ketulungan. Dalam keadaan seperti itu, jangan pernah bilang “mengerti” atau sok-sokan ngangguk-nganggukin kepala tanda memahami apa yang mereka bicaralan pada kita. Ini gawat! Kalau seandainya rasa tidak tahu kita dibiarkan begitu saja tanpa bertanya ulang. Kita akan terjebak pada kebingungan kronis yang kita ciptakan sendiri. :D So, Jangan malu bertanyaa yaa… Pisss..

Pada hakekatnya setiap ornag punya cara tersendiri dalam menyikapi dunia kerja pertama kali, apapun yang membuat anda lebih tenanag dan nyaman, lakukan saja. #EnjoyWorking

Tidak ada komentar:

Posting Komentar